BAB
l
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
UUD
1945
Amanat dan pesan mendasar dan UUD 1945 adalah UUD
1945 upaya pembangunan nasional yaitu pembangunan disegi dan bidang guna
kepentingan keselamatan, kebahagiaan dan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia
secara terarah, terpadu dan berkesinambungan.
UU No.23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan.
Undang-Undang
No. 36
Tahun 2009 tentang
Kesehatan.
Tujuan dan Pembangunan
Kesehatan adalah meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi
setiap warga Negara Indonesia melalui upaya promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitatif sebagai upaya peningkatan sumber daya manusia yang berkualitas.
Dengan adanya arus globalisasi
salah satu focus utama agar mampu mempunyai daya saing adalah bagaimana
peningkatan kualitas sumber daya manusia. Kualitas sumber daya manusia
dibentuk sejak janin di dalam kandungan, masa kelahiran dan masa bayi serta
masa tumbuh kembang balita. Hanya sumber daya manusia yang berkualitas, yang
memiliki pengetahuan dan kemampuan sehingga mampu survive dan mampu
mengantisipasi perubahan serta mampu bersaing.
Mutu pelayanan kebidanan
berorientasi pada penerapan kode etik dan standar pelayanan kebidanan, serta
kepuasan yang mengacu pada penerapan semua persyaratan pelayanan kebidanan.
Dari dua dimensi mutu pelayanan kebidanan tersebut, tujuan akhirnya adalah
kepuasaan pasien yang dilayani oleh bidan. Tiap profesi pelayanan kesehatan
dalam menjalankan tugasnya di suatu institusi mempunyai batas jelas wewenangnya
yang telah disetujui oleh antar profesi dan merupakan daftar wewenang yang
sudah tertulis.
Bidan sebagai salah satu tenaga
kesehatan pemberi pelayanan kepada masyarakat harus memberikan pelayanan yang
terbaik demi mendukung program pemerintah untuk pembangunan dalam negeri, salah
satunya dalam aspek kesehatan
Tujuan dari pembangunan kesehatan
adalah meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidaup sehat bagi setiap
warga negara indonesiamelalaui upaya promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitatif sebagai upaya peningkatan sumber daya manusia yang
berkualitas.dengan adanya arus globalisasi salah satu fokus utama agar mampu
mempunyai daya saing adalah bagaiamana peningkatan kualitas sumber daya
manusia. Kualitas sumber daya manusia dibentuk sejak janin didalam kandugan,
masa kelahiran dan masa bayi serta masa tumbuh kembang balita. Hany asumber
daya manusia yang berkualitas, yang memiliki pengetahuan dankemampuan sehingga
mampu survive dan mampu mengantisipasi perubahan serta mampu bersaing. Bidan
erat hubungannya dengan penyiapan sumber daya manusia. Karena pelayanan bidan
meliputi kesehatanreproduksi wanita, sejak remaja, masa calon pengantin,masa
hamil, masa persalinan, masa nifas, periode interval, masa klimakterium dan
menoupause serta memantau tumbuh kembang balita serta anak pra sekolah.
B.
Tujuan Penulisan
Makalah ini dibuat untuk memenuhi
tugas Etika Profesi dan Hukum Kesehatan, selain itu makalah ini dibuat degan
tujuan agar :
1. Mengetahui apa persyaratan untuk
bidan untuk dapat melakukan praktek kebidan untuk memberikan pelayanan terhadap
masyarakat.
2. Mengetahui dan memahami dari
pelaksanaan persyaratan dalam melaksanakan praktek kebianan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Otonomi
Bidan dalam Pelayanan Kebidanan
Profesi yang berhubungan dengan
keselamatan jiwa manusia, adalah pertanggungjawaban dan tanggung gugat
(accountability) atas semua tindakan yang dilakukannya. Sehingga semua tindakan
yang dilakukan oleh bidan harus berbasis kompetensi dan didasari suatu evidence
based. Accountability diperkuat dengan satu landasan hukum yang mengatur
batas-batas wewenang profesi yang bersangkutan.
Dengan adanya legitimasi
kewenangan bidan yang lebih luas, bidan memiliki hak otonomi dan mandini untuk
bertindak secara profesional yang dilandasi kemampuan berfikir logis dan
sistematis serta bertindak sesuai standar profesi dan etika profesi.
Praktik kebidanan merupakan
inti dan berbagai kegiatan bidan dalam penyelenggaraan upaya kesehatan yang harus
terus menerus ditingkatkan mutunya melalui:
1. Pendidikan dan
pelatihan berkelanjutan.
2. Penelitian dalam
bidang kebidanan.
3. Pengembangan
ilmu dan tekhnologi dalam kebidanan.
4. Akreditasi.
5. Sertifikasi.
6. Registrasi.
7. Uji Kompetensi.
8. Lisensi.
Beberapa dasar dalam otonomi dan aspek legal yang
mendasari dan terkait dengan pelayanan kebidana antara lain sebagai berikut:
a. Kepmenkes Republik Indonesia
900/ Menkcs/SK/ VII/ 2002 Tentang registrasi dan praktik bidan.
b. Standar Pelayanan Kebidanan,
2001.
c. Kepmenkes Republik Indonesia
Nomor 369/Menkes/SK/III/ 2007 Tentang Standar Prof esi Bidan.
d. UU Kesehatan No. 23 Tahun 1992
tentang Kesehatan.
e. PP No 32/Tahun 1996 Tentang tenaga kesehatan.
f. Kepmenkes Republik Indonesia
1277/Menkes/SK/XI/2001 Tentang organisasi dan tata kerja Depkes.
g. UU No 22/ 1999 Tentang Otonomi
daerah.
h. UU No. 13 Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan.
i.
UU tentang aborsi, adopsi, bayi tabung, dan
transplantasi.
j.
KUHAP, dan KUHP, 1981.
k. Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor: 585/ Menkes/ Per/ IX/ 1989 Tentang Persetujuan
Tindakan Medik.
l.
UU yang terkait dengan Hak reproduksi dan Keluarga
Berencana;
i.
UU No. 10/1992 Tentang pengembangan Kependudukan dan
Pembangunan Keluarga Sejahtera.
ii.
UU No. 23/2003 Tentang Penghapusan Kekerasan
Terhadap Perempuan di Dalam Rumah Tangga.
B.
Legislasi
Legislasi adalah proses pembuatan
undang-undang atau penyempurnaan perangkat hukum yang sudah ada melalui
serangkaian kegiatan sertifikasi (pengaturan kompetensi), registrasi
(pengaturan kewenangan), dan lisensi (pengaturan penyelenggaraan kewenangan).
Ketetapan hukum yang mengantur hak dan kewajiban seseorang yang berhubungan
erat dengan tindakan dan pengabdiannya. (IBI). Rencana yang sedang dijalankan
oleh Ikatan Bidan Indonesia (IBI) sekarang adalah dengan mengadakan uji
kompetensi terhadap para bidan, minimal sekarang para bidan yang membuka
praktek atau memberikan pelayanan kebidanan harus memiliki ijasah setara D3.
Uji kompetensi yang dilakukan
merupakan syarat wajib sebelum terjun ke dunia kerja. Uji kompetensi itu
sekaligus merupakan alat ukur apakah tenaga kesehatan tersebut layak bekerja
sesuai dengan keahliannya. Mengingat maraknya sekolah-sekolah ilmu kesehatan
yang terus tumbuh setiap tahunnya.
Jika tidak lulus dalam uji
kompetensi, jelas bidan tersebut tidak bisa menjalankan profesinya. Karena
syarat untuk berprofesi adalah memiliki surat izin yang dikeluarkan setelah
lulus uji kompetensi,
Tujuan Legislasi adalah memberikan
perlindungan kepada masyarakat terhadap pelayanan yang telah diberikan. Bentuk
perlindungan tersebut adalah meliputi :
a.
Mempertahankan kualitas pelayanan
b.
Memberi kewenangan
d.
Meningkatkan profisionalisme
SIB adalah bukti Legislasi yang dikeluarkan oleh DEPKES yang
menyatakan bahwa bidan berhak menjalankan pekerjaan kebidanan .
C.
Sertifikasi
Sertifikasi adalah dokumen penguasaan kompetensi tertentu
melalui kegiatan pendidikan formal maupun
non formal (pendidikan berkelanjutan). Lembaga pendidikan misalnya organisasi profesi, Rumah Sakit, LSM
bidang kesehatan yang akreditasinya ditentukan oleh profesi. Bentuk sertifikasi
dari pendidikan formal adalah ijazah yang diperoleh melalui ujian nasional.
Sertifikasi menunjukkkan penguasaan
kompetensi tertentu. Sedangkan sertifikasi dari lembaga non formal adalah
berupa sertifikat yang terakreditasi sesuai standar nasional.
Sertifikat kompetensi adalah surat tanda pengakuan terhadap
kompetensi seseoranag tenaga kesehatan
untuk dapat menjalankan praktik dan /pekerjaan profesinya dideluruh Indonesia
setelah lulus uji kompetensi.
Ada dua bentuk kelulusan :
a. Ijazah : merupakan dokumentasi
penguasaan kompetensi tertentu, mempunyai kekuatan hokum atau sesuai peraturan
perundanga-undangan yang berlaku dan diperoleh dari pendidikan formal.
b. Sertifikasi adalah dokumen
penguasaan ompetensi tertentu, bisa diperoleh dari kegiatan pendidikan formal
atau pendidikan berkelanjutan maupun lembaga pendidikan non formal yang
akreditasinya ditentukan oleh profesi kesehatan.
Tujuan umum sertifikasi adlah
sebagai berikut
a. Melindungi masyarakat pengguna jasa
profesi
b. Meningkatkan mutu pelayanan
c. Pemeratan dan perluasan jangkauan
pelayanan.
Tujuan khusus sertifikasi adalah sebagai
berikut ;
a. Menyatakan kemempuan pengetahuan,
keterampilan dan perilaku (kompetensi) tenaga profesi.
b. Menetapkan kualifikasi dan lingkup
kompetensi
c. Menyatakan pengetahuan, keterampilan
dan perilaku (kompetensi) pendidikan tambahan tenaga profesi.
d. Memenuhi syarat untuk mendapatkan
nomer registrasi.
D.
Registrasi
Registrasi
adalah sebuah proses dimana seorang tenaga profesi harus mendaftarkan dirinya pada
suatu badan tertentu secara periodik guna mendapatkan kewenangan dan hak untuk
melakukan tindakan profesionalnya setelah memenuhi syarat-syarat tertentu yang
ditetapkan oleh badan tesebut.
Registrasi
bidan artinya proses pendaftaran, pendokumentasian dan pengakuan terhaap bidan,
setelah dinyatakan memenuhi minimal kopetensi inti atau standar penampilan
minimal yang ditetapkan, sehingga secara fisik dan mental mampu melaksanakan
praktik profesinya.
Dengan
teregistrasinya seorang tenaga profesi, maka akan mendapatkan haknya untuk minta ijin praktek (lisensi) setelah
memenuhi beberapa persyaratan administrasi unt lisensi.
Tujuan Umum Registrasi adalah sebagai berikut :
Melindungi masyarakat
dari mutu pelayanan profesi
Tujuan khusus
registrasi adalah sebagai berikut:
a. Meningkatkan
keemampuan tenaga profesi dalam mengadopsi kemajuan ilmu pengetahuan dan
tehnologi yang berkembang pesat.
b.
Meningkatkan mekanisme
yang obyektif dan komprehensif dalam penyelesaian kasus mal praktik.
c. Mendata
jumlah dan kategori melakukan praktik.
Aplikasi proses Registrasi
dalam Praktik kebidanan adalah sebagai berikut, bidan yang baru lulus
mengajukan permohonan dan mengirimkan kelengkapan registrasi kepada Kepala
Dinas Kesehatan Propinsi dimana Institusi pendidikan berada guna memperoleh SIB
(Surat Ijin Bidan) selambat-lambatnya satu bulan setelah menerima Ijasah bidan.
Kelengkapan registrasi dijelaskan menurut Kepmenkes No. 1796/
Menkes/Per/VIII/2011 bahwa diwajibkan
kepada seluruh tenaga kesehatan termasuk Bidan untuk memiliki surat izin/surat
tanda registrasi.
Sesuai
dengan BAB VI Ketentuan Peralihan, pasal 34 pada peraturan tersebut, ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan :
1.
Bidan yang sudah memiliki SIB (surat Izin
Bidan) berdasarkan peraturan perundang-undangan yang ada, dinyatakan sudah
memiliki Surat Tanda Registrasi (STR) Bidan, sampai masa berlakunya habis.
2.
Bidan yang sudah
memiliki SIB dan masa berlakunya habis paling lama 5 tahun setelah berlakunya
aturan ini, kepadanya dapat diberikan perpanjangan STR.
3.
Bagi Bidan yang belum
memiliki SIB/STR yang sudah lulus program pendidikan sebelum tahun 2012,
kepadanya dapat diberikan STR sesuai dengan peraturan ini.
4.
Permohonan penerbitan
STR dapat dilakukan secara kolektif melalui institusi pendidikan (bagi dosen,
lulusan baru yg belum bekerja), institusi pelayanan (bidan yg bekerja di
institusi pelayanan kesehatan), IBI (bidan Praktik Mandiri, lulusan yg belum
memiliki SIB/STR), atau di institusi pelayanan tempat bidan bekerja.
Kemudian juga dijelaskan pada BAB II Pelaksanaan
Registrasi, pasal 2 pada peraturan tersebut
dijelaskan bahwa :
1.
Setiap tenaga kesehatan yang menjalankan
pekerjaannya wajib memiliki STR
2.
Untuk memperoleh STR, tenaga kesehatan harus memiliki ijazah dan
serifikasi kompetensi
3.
Ijazah dan serifikasi kompetensi tersebut akan diberikan kepada peserta
didik setelah dinyatakan lulus ujian program pendidikan dan uji kompetensi.
Pada
BAB II pasal 12 juga dijelaskan bahwa:
Sertifikat
kompetensi dan STR tidak berlaku apabila:
1.
Masa berlaku habis
2.
Dicabut atas dasar peraturan perundang-undangan
3.
Atas permintaan bersangkutan
4.
Yang bersangkutan meninggal dunia.
Persyaratan
STR :
1.
FotoCopi ijazah yang
sudah dilegalisir 2 lembar (D1 bidan atau D3 kebidanan atau S1 Kebidanan)
2.
Pasfoto 4x6 latar merah
3 lembar
3.
Surat permohonan
penerbitan STR secara kolektif di tujukan ke ketua MTKI yang di tandatangani
ketua/kepala institusi. Tembusan ketua MTKP propinsi.
4.
Softcopy dalam bentuk
CD berisi daftar nama pemohon, nomor ijazah, Tempat tanggal lahir. tanggal dan
tahun lulus, asal institusi pendidikan
Syarat tambahan (tidak mutlak) :
1.
FotoCopi ijazah D4/S1, S2 dan S3
2.
FotoCopi SIB lama (bagi yg memperpanjang)
Cara pengirimin Berkas.
1.
Dapat diserahkan ke
MTKP Propinsi masing-masing yang sudah dibentuk. Selanjutnya MTKP akan
menyampaikan ke MTKI.
2.
Jika MTKP propinsi
belum siap dapat diserahkan langsung ke MTKI, dengan tembusan surat dan
lampiran ditujukan ke ketua MTKI.
E.
Lisensi
Lisensi
adalah proses administrasi yang dilakukan oleh pemerintah atau yang berwenang
berupa surat ijin praktik yang diberikan kepada tenaga profesi yang
teregistrasi untuk pelayanan mandiri. Lisensi adalah pemberian ijin praktek
sebelum diperkenankan melakukan pekerjaan yang telah ditetapkan(IBI).
Tujuan umum Lisensi
adlah sebagai berikut:
Melindungi masyarakat
dari pelayanan profesi
Tujuan lisensi adalah:
a. Memberikan kejelasan batas wewenang
b.
Menetapkan sarana dan prasarana
c. Meyakinkan klien
Aplikasi Lisensi dalam
praktik kebidanan adalah dalam bentuk SIPB (Surat Ijan Praktik Biadan). SIPB
adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Depkes RI kepada tenaga bidan yang
menjalankan praktik setelah memenuhi persyaratan yang ditetapkan.
Bidan yang menjalankan
praktik harus memiliki SIPB, yang diperoleh dengan cara mengajukan permohonan
kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten atua Kota setempat dengan memenuhi
persyaratan sebagai beriku: fotokopi SIB yang masih berlaku, fotokopi ijasah
bidan, surat persetujuan atasan, surat keterangan sehat dari dokter,
rekomendasi dari organisasi profesi, pas foto. Rekomendasi yang telah diberikan
organisasi profesi setelah terlebih dahulu dilakukan penilaian kemampuan
keilmuan dan keterampilan, kepatuhan terhadap kode etik serta kesanggupan
melakukan praktik bidan. Penjelasan tentang SIPB menurut Permenkes no 1464/Menkes/Per/X/2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan
Praktik Bidan
Pada pasal 4
dijelaskan bahwa
1. Untuk
memperoleh SIKB/SIPB sebagaimana dimaksud dalam pasal 3, Bidan harus mengajukan
permohonan kepada pemerintah daerah kabupaten/kota dengan melampirkan:
a.
Fotocopy STR yang masih
berlaku dan dilegalisasi
b.
Surat keterangan sehat
fisik dari dokter yang memiliki SIP
c.
Surat pernyataan
memiliki tempat kerja di fasilitas pelayanan kesehatan atau tempat praktik
d.
Pas poto berwarna
terbaru ukuran 4x6 cm sebanyak 3(tiga) lembar
e.
Rekomendasi dari kepala
dinas kesehatan kabupaten/kota atau pejabat yang ditunjuk
f.
Rekomendasi dari
profesi.
Pada pasal 7
dijelaskan bahwa
1. SIKB/SIPB
berlaku selama STR masih berlaku dan dapat diperbaharui kembali jika habis masa
berlakunya
2. Pembaharuan
SIKB/SIPB diajukan kepada pemerintah
daerah kabupaten/kota setempat dengan melampirkan
a.
Fotokopi SIKB/SIPB yang
lama
b.
Fotokopi STR
c.
Surat keterangan sehat
fisik dari dokter yang memiliki SIP
d.
Pas poto berwarna
terbaru ukuran 4x6 cm sebanyak 3(tiga) lembar
e.
Rekomendasi dari kepala
dinas kesehatan kabupaten/kota atau pejabat yang ditunjuk sesuai ketentuan
f.
Rekomendasi dari
profesi.
Pada pasal 8
dijelaskan bahwa:
SIKB/SIPS dinyatakan tidak berlaku karena:
a. Tempat
kerja/praktik tidak sesuai lagi dengan SIKB/SIPB
b.
Masa berlakunya habis
dan tidak diperpanjang
c. Dicabut
oleh pejabat yang berwenang memberikan izin.
F.
Contoh
Kasus
Bidan S melakukan
aborsi terhadap Ny. T yang hamil 2 bulan. Bidan S menyetujui tindakan aborsi
tersebut setelah dijanjikan dengan bayaran
Rp.5.000.000,00. Namun karena kelalaian bidan tersebut maka pasiennya
mengalami perdarahan hebat, sehingga bidan tersebut terpaksa merujuk pasien
tersebut. Samapai di rumah sakit pasien meninggal. Kemudian keluarga menuntut
bidan S. Ketika kasus tersebut ditangani oleh pihak berwajib ditemukan bukti
bahwa bidan S telah melakukan aborsi dan bidan S belum memiliki surat ijin
praktek.
Pada kasus diatas bidan
tersebut telah melanggar Kode Etik Kebidanan yaitu:
BAB I: Kewajiban bidan terhadap klien dan masyarakat, yaitu
- Setiap bidan senantiasa menjujung tinggi, menghayati, dan mengamalkan jabatan dalam melaksanakan tugas pengabdiannya
- Setiap bidan dalam menjalankan tugas profesinya menjunjung tinggi harkat dan martabat kemanusiaan yang utuh dan memelihara citra bidan
- Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya senantiasa berpedoman pada peran ,tugas da tanggung jawab sesuai dengan kebutuhan klien, kelurga dan masyarakat
BAB VII: penutup
Setiap bidan dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari
senantiasa menghayati dan mengamalkan Kode Etik Bidan Indonesia.
Kemudian bidan juga
telah melalaikan Peraturan Pmerintah tentang kewajiban melakukan registrasi dan
memiliki Surat Ijin Praktek Bidan yang mana telah dijelaskan pada Permenkes No
1796/Menkes/Per/VIII/2011 tentang Registrasi Tenaga Kesehatan (terlampir) dan Permenkes
No1464/Menkes/Per/X/2010/ tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan, salah
satunya dijelaskan pada Bab II Perizinan pasal 2 ayat 2 menyatakan bahwa : “ setiap bidan yang
menjalankan praktik mandiri wajib memiliki SIPB”.
Bidan juga telah melanggar Permenkes
No1464/Menkes/Per/X/2010/ tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan pasal
10 ayat 3, menyatakan:
Bidan memberikan pelayanan berwenang untuk
a. Episiotomy
b.
Penjahitan luka jalan
lahir derajat 1 dan 2
c.
Penanganan
kegawatdaruratan dilanjutkan dengan rujukan
d.
Pemberian tablet Fe
pada ibu hamil
e.
Pemberian vit.A dosis
tinggi pada bu nifas
f.
Pemberian uterotonika
pada menajemen aktif kala tiga dan post patum
g.
Penyuluhan dan
konseling
h.
Bimbingan pada kelompok
ibu hamil
i.
Pemberian surat
keterangan kematian
j.
Pemberian surat
keterangan cuti bersalin
Dari pandangan hukum bidan tersebut dapat dijerat
dengan pasal 299 KUHP berbunyi sebagai berikut :
1) Barang
siapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruh supaya diobati,
dengan memberitahukan atau menimbulkan harapan bahwa dengan pengobatan itu
kandungannya dapat digugurkan, diancam pidana penjara paling lama empat tahun
atau pidana denda paling banyak empat puluh lima ribu rupiah.
2) Jika
yang bersalah berbuat demikian untuk mencari keuntungan, atau menjadikan
perbuatan tersebut sebagai pekerjaan atau kebiasaan, atau bila dia seorang
dokter, bidan atau juru obat, pidananya dapat ditambah sepertiga.
3) Jika
yang bersalah melakukan kejahatan tersebut dalam menjalankan pekerjaannya, maka
haknya untuk melakukan pekerjaan itu dapat dicabut.
Pasal
348 KUHP berbunyi sebagai berikut :
1) Barangsiapa
dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya seorang wanita dengan
izin wanita itu, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam
bulan.
2) Jika
perbuatan itu mengakibatkan wanita itu meninggal, dia diancam dengan pidana
penjara paling lama tujuh tahun.” Dalam pasal 348 ini, aborsi dilakukan dengan
persetujuan dari wanita hamil itu sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar