Senin, 19 Agustus 2013

etika kebidanan



BAB l
PENDAHULUAN

A.       Latar Belakang
UUD 1945                                                                                                                          
Amanat dan pesan mendasar dan UUD 1945 adalah UUD 1945 upaya pembangunan nasional yaitu pembangunan disegi dan bidang guna kepentingan keselamatan, kebahagiaan dan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia secara terarah, terpadu dan berkesinambungan.
UU No.23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan.
Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang  Kesehatan.
Tujuan dan Pembangunan Kesehatan adalah meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap warga Negara Indonesia melalui upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif sebagai upaya peningkatan sumber daya manusia yang berkualitas.
Dengan adanya arus globalisasi salah satu focus utama agar mampu mempunyai daya saing adalah bagaimana peningkatan kualitas sumber daya manusia. Kualitas sumber daya manusia dibentuk sejak janin di dalam kandungan, masa kelahiran dan masa bayi serta masa tumbuh kembang balita. Hanya sumber daya manusia yang berkualitas, yang memiliki pengetahuan dan kemampuan sehingga mampu survive dan mampu mengantisipasi perubahan serta mampu bersaing.
Mutu pelayanan kebidanan berorientasi pada penerapan kode etik dan standar pelayanan kebidanan, serta kepuasan yang mengacu pada penerapan semua persyaratan pelayanan kebidanan. Dari dua dimensi mutu pelayanan kebidanan tersebut, tujuan akhirnya adalah kepuasaan pasien yang dilayani oleh bidan. Tiap profesi pelayanan kesehatan dalam menjalankan tugasnya di suatu institusi mempunyai batas jelas wewenangnya yang telah disetujui oleh antar profesi dan merupakan daftar wewenang yang sudah tertulis.
Bidan sebagai salah satu tenaga kesehatan pemberi pelayanan kepada masyarakat harus memberikan pelayanan yang terbaik demi mendukung program pemerintah untuk pembangunan dalam negeri, salah satunya dalam aspek kesehatan
Tujuan dari pembangunan kesehatan adalah meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidaup sehat bagi setiap warga negara indonesiamelalaui upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif sebagai upaya peningkatan sumber daya manusia yang berkualitas.dengan adanya arus globalisasi salah satu fokus utama agar mampu mempunyai daya saing adalah bagaiamana peningkatan kualitas sumber daya manusia. Kualitas sumber daya manusia dibentuk sejak janin didalam kandugan, masa kelahiran dan masa bayi serta masa tumbuh kembang balita. Hany asumber daya manusia yang berkualitas, yang memiliki pengetahuan dankemampuan sehingga mampu survive dan mampu mengantisipasi perubahan serta mampu bersaing. Bidan erat hubungannya dengan penyiapan sumber daya manusia. Karena pelayanan bidan meliputi kesehatanreproduksi wanita, sejak remaja, masa calon pengantin,masa hamil, masa persalinan, masa nifas, periode interval, masa klimakterium dan menoupause serta memantau tumbuh kembang balita serta anak pra sekolah.
B.        Tujuan Penulisan

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas Etika Profesi dan Hukum Kesehatan, selain itu makalah ini dibuat degan tujuan agar :
1.      Mengetahui apa persyaratan untuk bidan untuk dapat melakukan praktek kebidan untuk memberikan pelayanan terhadap masyarakat.
2.      Mengetahui dan memahami dari pelaksanaan persyaratan dalam melaksanakan praktek kebianan.

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Otonomi Bidan dalam Pelayanan Kebidanan
Profesi yang berhubungan dengan keselamatan jiwa manusia, adalah pertanggungjawaban dan tanggung gugat (accountability) atas semua tindakan yang dilakukannya. Sehingga semua tindakan yang dilakukan oleh bidan harus berbasis kompetensi dan didasari suatu evidence based. Accountability diperkuat dengan satu landasan hukum yang mengatur batas-batas wewenang profesi yang bersangkutan.
Dengan adanya legitimasi kewenangan bidan yang lebih luas, bidan memiliki hak otonomi dan mandini untuk bertindak secara profesional yang dilandasi kemampuan berfikir logis dan sistematis serta bertindak sesuai standar profesi dan etika profesi.
Praktik kebidanan merupakan inti dan berbagai kegiatan bidan dalam penyelenggaraan upaya kesehatan yang harus terus menerus ditingkatkan mutunya melalui:
1.   Pendidikan dan pelatihan berkelanjutan.
2.   Penelitian dalam bidang kebidanan.
3.   Pengembangan ilmu dan tekhnologi dalam kebidanan.
4.   Akreditasi.
5.   Sertifikasi.
6.   Registrasi.
7.   Uji Kompetensi.
8.   Lisensi.
Beberapa dasar dalam otonomi dan aspek legal yang mendasari dan terkait dengan pelayanan kebidana antara lain sebagai berikut:
a.       Kepmenkes Republik Indonesia 900/ Menkcs/SK/ VII/ 2002 Tentang registrasi dan praktik bidan.
b.      Standar Pelayanan Kebidanan, 2001.
c.       Kepmenkes Republik Indonesia Nomor 369/Menkes/SK/III/ 2007 Tentang Standar Prof esi Bidan.
d.      UU Kesehatan No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.
e.       PP No 32/Tahun 1996 Tentang tenaga kesehatan.
f.       Kepmenkes Republik Indonesia 1277/Menkes/SK/XI/2001 Tentang organisasi dan tata kerja Depkes.
g.      UU No 22/ 1999 Tentang Otonomi daerah.
h.      UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
i.        UU tentang aborsi, adopsi, bayi tabung, dan transplantasi.
j.        KUHAP, dan KUHP, 1981.
k.      Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 585/ Menkes/ Per/ IX/ 1989 Tentang Persetujuan Tindakan Medik.
l.        UU yang terkait dengan Hak reproduksi dan Keluarga Berencana;
           i.         UU No. 10/1992 Tentang pengembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera.
         ii.         UU No. 23/2003 Tentang Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan di Dalam Rumah Tangga.

B.     Legislasi
Legislasi adalah proses pembuatan undang-undang atau penyempurnaan perangkat hukum yang sudah ada melalui serangkaian kegiatan sertifikasi (pengaturan kompetensi), registrasi (pengaturan kewenangan), dan lisensi (pengaturan penyelenggaraan kewenangan). Ketetapan hukum yang mengantur hak dan kewajiban seseorang yang berhubungan erat dengan tindakan dan pengabdiannya. (IBI). Rencana yang sedang dijalankan oleh Ikatan Bidan Indonesia (IBI) sekarang adalah dengan mengadakan uji kompetensi terhadap para bidan, minimal sekarang para bidan yang membuka praktek atau memberikan pelayanan kebidanan harus memiliki ijasah setara D3.
Uji kompetensi yang dilakukan merupakan syarat wajib sebelum terjun ke dunia kerja. Uji kompetensi itu sekaligus merupakan alat ukur apakah tenaga kesehatan tersebut layak bekerja sesuai dengan keahliannya. Mengingat maraknya sekolah-sekolah ilmu kesehatan yang terus tumbuh setiap tahunnya.
Jika tidak lulus dalam uji kompetensi, jelas bidan tersebut tidak bisa menjalankan profesinya. Karena syarat untuk berprofesi adalah memiliki surat izin yang dikeluarkan setelah lulus uji kompetensi,
Tujuan Legislasi adalah memberikan perlindungan kepada masyarakat terhadap pelayanan yang telah diberikan. Bentuk perlindungan tersebut adalah meliputi :
a.          Mempertahankan kualitas pelayanan
b.         Memberi kewenangan
c.          Menjamin perlindungan hukum
d.         Meningkatkan profisionalisme

SIB adalah bukti Legislasi yang dikeluarkan oleh DEPKES yang menyatakan bahwa bidan berhak menjalankan pekerjaan kebidanan .

C.    Sertifikasi

Sertifikasi adalah dokumen penguasaan kompetensi tertentu melalui kegiatan pendidikan formal maupun  non formal (pendidikan berkelanjutan). Lembaga pendidikan  misalnya organisasi profesi, Rumah Sakit, LSM bidang kesehatan yang akreditasinya ditentukan oleh profesi. Bentuk sertifikasi dari pendidikan formal adalah ijazah yang diperoleh melalui ujian nasional. Sertifikasi menunjukkkan  penguasaan kompetensi tertentu. Sedangkan sertifikasi dari lembaga non formal adalah berupa sertifikat yang terakreditasi sesuai standar nasional.

Sertifikat kompetensi adalah surat tanda pengakuan terhadap kompetensi seseoranag  tenaga kesehatan untuk dapat menjalankan praktik dan /pekerjaan profesinya dideluruh Indonesia setelah lulus uji kompetensi.
Ada dua bentuk kelulusan :
a.       Ijazah : merupakan dokumentasi penguasaan kompetensi tertentu, mempunyai kekuatan hokum atau sesuai peraturan perundanga-undangan yang berlaku dan diperoleh dari pendidikan formal.
b.      Sertifikasi adalah dokumen penguasaan ompetensi tertentu, bisa diperoleh dari kegiatan pendidikan formal atau pendidikan berkelanjutan maupun lembaga pendidikan non formal yang akreditasinya ditentukan oleh profesi kesehatan.
Tujuan umum sertifikasi adlah sebagai berikut
a.       Melindungi masyarakat pengguna jasa profesi
b.      Meningkatkan mutu pelayanan
c.       Pemeratan dan perluasan jangkauan pelayanan.
Tujuan khusus sertifikasi adalah sebagai berikut ;
a.       Menyatakan kemempuan pengetahuan, keterampilan dan perilaku (kompetensi) tenaga profesi.
b.      Menetapkan kualifikasi dan lingkup kompetensi
c.       Menyatakan pengetahuan, keterampilan dan perilaku (kompetensi) pendidikan tambahan tenaga profesi.
d.      Memenuhi syarat untuk mendapatkan nomer registrasi.

D.    Registrasi
Registrasi adalah sebuah proses dimana seorang tenaga profesi harus mendaftarkan dirinya pada suatu badan tertentu secara periodik guna mendapatkan kewenangan dan hak untuk melakukan tindakan profesionalnya setelah memenuhi syarat-syarat tertentu yang ditetapkan oleh badan tesebut.
Registrasi bidan artinya proses pendaftaran, pendokumentasian dan pengakuan terhaap bidan, setelah dinyatakan memenuhi minimal kopetensi inti atau standar penampilan minimal yang ditetapkan, sehingga secara fisik dan mental mampu melaksanakan praktik profesinya.
Dengan teregistrasinya seorang tenaga profesi, maka akan mendapatkan haknya  untuk minta ijin praktek (lisensi) setelah memenuhi beberapa persyaratan administrasi unt lisensi.

Tujuan Umum  Registrasi adalah sebagai berikut :
Melindungi masyarakat dari mutu pelayanan profesi

Tujuan khusus registrasi adalah sebagai berikut:
a.       Meningkatkan keemampuan tenaga profesi dalam mengadopsi kemajuan ilmu pengetahuan dan tehnologi yang berkembang pesat.
b.      Meningkatkan mekanisme yang obyektif dan komprehensif dalam penyelesaian kasus mal praktik.
c.       Mendata jumlah dan kategori melakukan praktik.

Aplikasi proses Registrasi dalam Praktik kebidanan adalah sebagai berikut, bidan yang baru lulus mengajukan permohonan dan mengirimkan kelengkapan registrasi kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi dimana Institusi pendidikan berada guna memperoleh SIB (Surat Ijin Bidan) selambat-lambatnya satu bulan setelah menerima Ijasah bidan. Kelengkapan registrasi dijelaskan menurut Kepmenkes No. 1796/ Menkes/Per/VIII/2011 bahwa  diwajibkan kepada seluruh tenaga kesehatan termasuk Bidan untuk memiliki surat izin/surat tanda registrasi.
Sesuai dengan BAB VI Ketentuan Peralihan, pasal 34 pada peraturan tersebut, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan :
1.             Bidan yang sudah memiliki SIB (surat Izin Bidan) berdasarkan peraturan perundang-undangan yang ada, dinyatakan sudah memiliki Surat Tanda Registrasi (STR) Bidan, sampai masa berlakunya habis.
2.            Bidan yang sudah memiliki SIB dan masa berlakunya habis paling lama 5 tahun setelah berlakunya aturan ini, kepadanya dapat diberikan perpanjangan STR.
3.            Bagi Bidan yang belum memiliki SIB/STR yang sudah lulus program pendidikan sebelum tahun 2012, kepadanya dapat diberikan STR sesuai dengan peraturan ini.
4.            Permohonan penerbitan STR dapat dilakukan secara kolektif melalui institusi pendidikan (bagi dosen, lulusan baru yg belum bekerja), institusi pelayanan (bidan yg bekerja di institusi pelayanan kesehatan), IBI (bidan Praktik Mandiri, lulusan yg belum memiliki SIB/STR), atau di institusi pelayanan tempat bidan bekerja.
Kemudian juga dijelaskan pada BAB II Pelaksanaan Registrasi, pasal 2 pada peraturan tersebut  dijelaskan bahwa :
1.            Setiap tenaga kesehatan yang menjalankan  pekerjaannya wajib memiliki STR
2.            Untuk memperoleh STR, tenaga kesehatan harus memiliki ijazah dan serifikasi kompetensi
3.            Ijazah dan serifikasi kompetensi tersebut akan diberikan kepada peserta didik setelah dinyatakan lulus ujian program pendidikan dan uji kompetensi.

Pada BAB II pasal 12 juga dijelaskan bahwa:
 Sertifikat kompetensi dan STR tidak berlaku apabila:
1.            Masa berlaku habis
2.            Dicabut atas dasar peraturan perundang-undangan
3.            Atas permintaan bersangkutan
4.            Yang bersangkutan meninggal dunia.
Persyaratan STR :
1.         FotoCopi ijazah yang sudah dilegalisir 2 lembar (D1 bidan atau D3 kebidanan atau S1 Kebidanan)
2.         Pasfoto 4x6 latar merah 3 lembar
3.         Surat permohonan penerbitan STR secara kolektif di tujukan ke ketua MTKI yang di tandatangani ketua/kepala institusi. Tembusan ketua MTKP propinsi.
4.         Softcopy dalam bentuk CD berisi daftar nama pemohon, nomor ijazah, Tempat tanggal lahir. tanggal dan tahun lulus, asal institusi pendidikan

Syarat tambahan (tidak mutlak) :
1. FotoCopi ijazah D4/S1, S2 dan S3
2. FotoCopi SIB lama (bagi yg memperpanjang)

Cara pengirimin Berkas.
1.         Dapat diserahkan ke MTKP Propinsi masing-masing yang sudah dibentuk. Selanjutnya MTKP akan menyampaikan ke MTKI.
2.         Jika MTKP propinsi belum siap dapat diserahkan langsung ke MTKI, dengan tembusan surat dan lampiran ditujukan ke ketua MTKI.
E.     Lisensi
Lisensi adalah proses administrasi yang dilakukan oleh pemerintah atau yang berwenang berupa surat ijin praktik yang diberikan kepada tenaga profesi yang teregistrasi untuk pelayanan mandiri. Lisensi adalah pemberian ijin praktek sebelum diperkenankan melakukan pekerjaan yang telah ditetapkan(IBI).

Tujuan umum Lisensi adlah sebagai berikut:
Melindungi masyarakat dari pelayanan profesi

Tujuan lisensi adalah:
a.        Memberikan kejelasan batas wewenang
b.       Menetapkan sarana dan prasarana
c.        Meyakinkan klien


Aplikasi Lisensi dalam praktik kebidanan adalah dalam bentuk SIPB (Surat Ijan Praktik Biadan). SIPB adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Depkes RI kepada tenaga bidan yang menjalankan praktik setelah memenuhi persyaratan yang ditetapkan.

Bidan yang menjalankan praktik harus memiliki SIPB, yang diperoleh dengan cara mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten atua Kota setempat dengan memenuhi persyaratan sebagai beriku: fotokopi SIB yang masih berlaku, fotokopi ijasah bidan, surat persetujuan atasan, surat keterangan sehat dari dokter, rekomendasi dari organisasi profesi, pas foto. Rekomendasi yang telah diberikan organisasi profesi setelah terlebih dahulu dilakukan penilaian kemampuan keilmuan dan keterampilan, kepatuhan terhadap kode etik serta kesanggupan melakukan praktik bidan. Penjelasan tentang SIPB menurut Permenkes no 1464/Menkes/Per/X/2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan

Pada pasal 4 dijelaskan bahwa
1.      Untuk memperoleh SIKB/SIPB sebagaimana dimaksud dalam pasal 3, Bidan harus mengajukan permohonan kepada pemerintah daerah kabupaten/kota dengan melampirkan:
a.          Fotocopy STR yang masih berlaku dan dilegalisasi
b.         Surat keterangan sehat fisik dari dokter yang memiliki SIP
c.          Surat pernyataan memiliki tempat kerja di fasilitas pelayanan kesehatan atau tempat praktik
d.         Pas poto berwarna terbaru ukuran 4x6 cm sebanyak 3(tiga) lembar
e.          Rekomendasi dari kepala dinas kesehatan kabupaten/kota atau pejabat yang ditunjuk
f.          Rekomendasi dari profesi.

Pada pasal 7 dijelaskan bahwa
1.      SIKB/SIPB berlaku selama STR masih berlaku dan dapat diperbaharui kembali jika habis masa berlakunya
2.      Pembaharuan SIKB/SIPB  diajukan kepada pemerintah daerah kabupaten/kota setempat dengan melampirkan
a.          Fotokopi SIKB/SIPB yang lama
b.         Fotokopi STR
c.          Surat keterangan sehat fisik dari dokter yang memiliki SIP
d.         Pas poto berwarna terbaru ukuran 4x6 cm sebanyak 3(tiga) lembar
e.          Rekomendasi dari kepala dinas kesehatan kabupaten/kota atau pejabat yang ditunjuk sesuai ketentuan
f.          Rekomendasi dari profesi.

Pada pasal 8 dijelaskan bahwa:
SIKB/SIPS dinyatakan tidak berlaku karena:
a.       Tempat kerja/praktik tidak sesuai lagi dengan SIKB/SIPB
b.      Masa berlakunya habis dan tidak diperpanjang
c.       Dicabut oleh pejabat yang berwenang memberikan izin.


F.     Contoh Kasus

Bidan S melakukan aborsi terhadap Ny. T yang hamil 2 bulan. Bidan S menyetujui tindakan aborsi tersebut setelah dijanjikan dengan bayaran  Rp.5.000.000,00. Namun karena kelalaian bidan tersebut maka pasiennya mengalami perdarahan hebat, sehingga bidan tersebut terpaksa merujuk pasien tersebut. Samapai di rumah sakit pasien meninggal. Kemudian keluarga menuntut bidan S. Ketika kasus tersebut ditangani oleh pihak berwajib ditemukan bukti bahwa bidan S telah melakukan aborsi dan bidan S belum memiliki surat ijin praktek.

Pada kasus diatas bidan tersebut telah melanggar Kode Etik Kebidanan yaitu:

BAB I: Kewajiban bidan terhadap klien dan masyarakat, yaitu
  1. Setiap bidan senantiasa menjujung tinggi, menghayati, dan mengamalkan jabatan dalam melaksanakan tugas pengabdiannya
  2. Setiap bidan dalam menjalankan tugas profesinya menjunjung tinggi harkat dan martabat kemanusiaan yang utuh dan memelihara citra bidan
  3. Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya senantiasa berpedoman pada peran ,tugas da tanggung jawab sesuai dengan kebutuhan klien, kelurga dan masyarakat
BAB VII: penutup
Setiap bidan dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari senantiasa menghayati dan mengamalkan Kode Etik Bidan Indonesia.
Kemudian bidan juga telah melalaikan Peraturan Pmerintah tentang kewajiban melakukan registrasi dan memiliki Surat Ijin Praktek Bidan yang mana telah dijelaskan pada Permenkes No 1796/Menkes/Per/VIII/2011 tentang Registrasi Tenaga Kesehatan (terlampir) dan Permenkes No1464/Menkes/Per/X/2010/ tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan, salah satunya dijelaskan pada Bab II Perizinan pasal 2 ayat  2 menyatakan bahwa : “ setiap bidan yang menjalankan praktik mandiri wajib memiliki SIPB”.

 Bidan juga telah melanggar Permenkes No1464/Menkes/Per/X/2010/ tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan pasal 10 ayat 3, menyatakan:
Bidan memberikan pelayanan berwenang untuk
a.       Episiotomy
b.      Penjahitan luka jalan lahir derajat 1 dan 2
c.       Penanganan kegawatdaruratan dilanjutkan dengan rujukan
d.      Pemberian tablet Fe pada ibu hamil
e.       Pemberian vit.A dosis tinggi pada bu nifas
f.       Pemberian uterotonika pada menajemen aktif kala tiga dan post patum
g.      Penyuluhan dan konseling
h.      Bimbingan pada kelompok ibu hamil
i.        Pemberian surat keterangan kematian
j.        Pemberian surat keterangan cuti bersalin

Dari pandangan hukum bidan tersebut dapat dijerat dengan pasal  299 KUHP berbunyi sebagai berikut :
1)      Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruh supaya diobati, dengan memberitahukan atau menimbulkan harapan bahwa dengan pengobatan itu kandungannya dapat digugurkan, diancam pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat puluh lima ribu rupiah.
2)      Jika yang bersalah berbuat demikian untuk mencari keuntungan, atau menjadikan perbuatan tersebut sebagai pekerjaan atau kebiasaan, atau bila dia seorang dokter, bidan atau juru obat, pidananya dapat ditambah sepertiga.
3)      Jika yang bersalah melakukan kejahatan tersebut dalam menjalankan pekerjaannya, maka haknya untuk melakukan pekerjaan itu dapat dicabut.

Pasal 348 KUHP berbunyi sebagai berikut :
1)      Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya seorang wanita dengan izin wanita itu, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.
2)      Jika perbuatan itu mengakibatkan wanita itu meninggal, dia diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.” Dalam pasal 348 ini, aborsi dilakukan dengan persetujuan dari wanita hamil itu sendiri.